Kautsar

إن كنت لا تعلم فتلك مصيبة وإن كنت تعلم فالمصيبة أعظم

Cerita Untuk Anak

Posted by Abahnya Kautsar pada 14 November 2009

Pertanyaan:

Ada sebagian cerita atau kisah yang ditujukan untuk anak, tujuannya untuk memberikan pengajaran ataupun hiburan bagi anak. Yang menjadi tokoh dalam kisah tersebut adalah hewan, dimana digambarkan hewan-hewan tersebut dapat berbicara layaknya manusia (dongeng fabel). Untuk mengajarkan anak akibat jelek dari berdusta misalnya, dikisahkan ada seekor musang berpura-pura jadi dokter hingga ia dapat memperdaya seekor ayam. Kemudian si musang terperosok ke dalam lubang akibat perbuatan dustanya. Apa pendapat antum terhadap kisah seperti ini?

Jawab:

Fadhilatusy Syaikh Muhammad ibnu Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah menjawab, “Tentang permasalahan seperti ini, saya tawaqquf (mendiamkan, belum bisa mengatakan boleh atau tidak).

Karena mengisahkan seperti itu berarti mengeluarkan si hewan dari keadaan asal penciptaannya. Dikatakan ia bisa berbicara, bisa mengobati / jadi dokter dan bisa mendapat hukuman atas perbuatannya.

Terkadang mungkin dikatakan bahwa ini hanya permisalan / perumpamaan. Namun wallahu a’lam, saya tawaqquf dalam perkara ini. Saya tidak mengatakan apapun dalam hal ini.”

Pertanyaan:

Ada bentuk lain dari cerita untuk anak. Seorang ibu terkadang bercerita kepada anaknya untuk memberikan pengajaran pada si anak dengan kisah yang memang mungkin terjadi, walaupun tidak mesti kisah itu telah terjadi. Misalnya si ibu berkata, “Ada seorang anak bernama Hasan. Anak ini suka mengganggu tetangganya. Suatu hari ia memanjat tembok rumah tetangganya. Tiba-tiba ia jatuh dan patah tangannya.” Yang menjadi pertanyaan kami, apa hukum cerita seperti itu, dimana memang tidak dapat dipungkiri anak yang mendengarnya terkadang beroleh pelajaran tentang perangai yang mulia lagi terpuji. Apakah cerita seperti ini termasuk dusta yang dilarang?

Jawab:

Fadhilatusy Syaikh Muhammad ibnu Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah kembali menjawab, “Yang zhahir, bila si ibu menceritakannya hanya sebagai perumpamaan dengan misalnya ia mengatakan, “Di sana ada seorang anak…” tanpa menyebut nama tertentu dan kisahnya seakan benar terjadi, maka tidak apa-apa, karena di dalamnya ada faedah dan tidak ada madharat.”

Catatan:

Fatwa-fatwa di atas diambil dari kitab Majmuah As’ilah Tuhimmu Al-Usrah Al-Muslimah, halaman 138-141

Sumber:

Majalah “Asy-Syari’ah” vol. V/53/1430 H/2009 M
Rubrik “Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah” halaman 87

Tinggalkan komentar