Kautsar

إن كنت لا تعلم فتلك مصيبة وإن كنت تعلم فالمصيبة أعظم

Allah Mencintai Orang-orang Yang Berperangai Mulia Lagi Dermawan

Posted by Abahnya Kautsar pada 30 Desember 2009

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إن الله كريم يحب الكرماء, جواد يحب الجودة.

“ Sesungguhnya Allah Dzat yang Mulia dan mencintai orang-orang yang berperangai mulia, dan Dia adalah Dzat yang Maha Dermawan dan mencintai orang-orang yang dermawan “ (Shahih al-Jami’ ash-Shaghir no. 1800)

Al-Karam, al-Jauud dan as-Sakhaa’u [Silahkan merujuk didalam Kitab Ihya’ ‘Ulumu ad-Diin karya al-Ghazali, hal : III / 259- 261, Kitab Raudhah al-‘Uqalaa’ wa Nuzhah al-Fudhalaa’ karya Ibnu Hibban, hal 136-139, Kitab al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an karya al-Qurtubi, hal, XVIII, KitabTafsir al-Qur’an al-‘Adzim karya Ibnu Katsir, hal : IV / 362, Kitab Madarij as-Saalikiin karya Ibnu al-Qayim, hal : II / 279- 282] : kesemuanya bersinonim bermakna kedermawanan : Yaitu memberikan sesuatu yang dimilikinya tanpa mengharapkan imbalan, dan sebaliknya adalah al-Bukhl (sifat kikir : yaitu menolak mengabulkan permintaan –seseorang– berupa sesuatu yang dimilikinya).

Dan seseorang tidaklah dikatakan sebagai seorang yang dermawan hinga sifat ini nampak pada dirinya. Dan segala bentuk perbuatan yang paling mulia adalah perbuatan yang didasar dengan tujuan untuk meraih sisi yang paling mulia, dan yang termulia adalah dengan tujuan untuk berjumpa dengan wajah Allah ta’ala –yang mana ini hanya akan nampak pada diri seorang yang bertaqwa–

Allah ta’ala berfirman :

“ Sesungguhnya semulia-mulia kalian adalah yang paling taqwa diantara kalian “ (Surah al-Hujurat : 13)

Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda :

الحسب : المال. والكرم: التقوى .

“ Kedudukan adalah dengan hara  sedangkan kedermawanan adalah ketaqwaan “ (Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 2609).

Dam dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata :

قيل للنبي صلى الله عليه والسلام : من أكرم الناس؟ قال : أكرمهم أتقاهم.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  ditanya : Siapakah diantara kaum manusia yang paling mulia ?. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  menjawab : “ Yang paling mulia adalah yang paling bertaqwa “ (Diriwayatkan oleh al-Bukhari didalam Kitab Ahadiist al-Anbiya’).

Maka kaum manusia yang paling mulia adalah yang bertaqwa kepada Allah. Dan makna al-Kariim (mulia) : at-Taqiy (taqwa). Dan seorang yang berperangai mulia tidaklah dia bersifat pendengki, bersifat hasad, bukan seorang pencaci,  bukan seorang penghujat, bukan seorang yang lalai, bukan seorang yang fajir, bukan seorang yang congkak, bukan seorang pendusta, bukan seorang yang berperangai tercela, tidak memutus  kasih sayangnya, tidak menyakiti saudara-saudaranya, tidak melalaikan orang-orang yang menjaganya, tidak berlaku kasar kepada yang menyayanginya, memberi sesuatu kepada seseorang yang tidak mengharapkan sesuatu, tidak merasa aman akan orang yang tidak memiliki rasa takut, pemaaf  disaat kuasa, danmenjalin silaturrahim kepada seorang yang memutuskan tali silaturrahim ….

Seorang yang mulia berlaku lembut apabila berkasih sayang, sangat memuliakan kedermawanan, tidak menghinakan orang yang mencaci, tidak menyakiti seorang yang berakal sehat, tidak berkelakar dengan orang yang pandir, tidak bergaul dengan seorang yang fajir, mendahulukan saudara-saudaranya atas dirinya sendiri dan mendermakan apa yang dimilikinya. Apabila dia mengetahui keinginan seorang saudaranya dia tidak melalaikan untuk memenuhi keinginan saudaranya tersebut,  dan apabila dia mengetahui kasih sayang saudaranya dia tidak akan melihat denyut-denyut permusuhan, saudaranya mendermakan sesuatu yang dimilikinya , dia tidak akan memutuskannya satu dari banyak hal …

Sesungguhnya kaum manusia yang mulia adalah orang-orang yang mudah mengasihi dan mengacuhkan sikap memusuhi.  Dan seorang yang mulia adalah seseorang yang mmendapatkan pemberian lantas dia mensyukurinya, dan apabila pemberiannya tertahan dia memberi udzur, dan apabila silaturrahim kepadanya diputuskan, maka dia menjalinnya, dan kepada siapa yang menjalin silaturrahim kepadanya dia mengutamakannya, dan bagi yang meminta sesuatu kepadanya dia mengabulkannya, dan bagi yang tidak meminta sedikitpun kepadanya dia memulainya –untuk memberi-, apabila dia melihat seseorang dalam keadaan lemah diapun mengasihinya dan apabila seseorang memandangnya lemah, dia melihat bahwa kematian jauh lebih mulai bagi dirinya dari pada orang tersebut ..

Seorang yang mulia, senantiasa membaguskan dzikirnya, memuliakan takdir, pengaruh baiknya terasa dikehidupan dunia, dan amalnya dridhai di kehidupan sleanjutnya, dincintai oleh kerabat dekat maupun yan gjauh, disayangi oleh orang yang murka maupun yang ridha, musuh-musuhnya serta para pencaci menjauh darinya, dan orang-orang yang berakal serta  kaum yang mulia senantiasa menyertainya.

Kedermawanan sendiri merupakan akhlak para Nabi –‘alaihim as-salaam– dan sifat ini merupakan satu dari sekian pundasi meraih keselamatan. Dan sifat ini merupakan salah satu dari pondasi dasar untuk meraih keselamatan.

كان رسول الله صلى الله عليه والسلام أجود الناس .

” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  adalah manusia yang paling dermawan “ (Diriwayatkan oleh al-Bukhari didalam Kitab Bid’u al-Wahyu, bab. 5).

Dan kedermawanan yang paling tinggi derajatnya adalah sifat welas asih –al-itsaar-.Kedermawanan merupakan ungkapan dari pemberian sesuatu yang tidak dibutuhkan kepada seseorang yang membutuhkannya atau bagi yang tidak membutuhkannya. Adapun al-Itsaar –welas asih– yakni sikap dermawan dengan memberi harta milik dalam keadaan butuh akan harta tersebut, sedangkan memberi sesuatu dalam keadaan membutuhkan tentu lebih berat. Dan tidak ada lagi kedermawanan yang lebih tinggi dari derajat al-itsaar. Allah ‘azza wajalla telah memberi pujian kedpada para shahabat radhiallahu ‘anhum, Allah ta’ala berfirman :

“ Dan mereka mengutamakan –orang-orang Muhajirin– atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan … “ (Surah  al-Hasyr : 9).

Maka al-itsaar tiada lain adalah sikap mendahulukan orang lain atas diri sendiri dan segala keperluan duniawinya. Dan hanya mengharap bagian agamanya. Hal itu muncul dari keyakinan yang kuat dan kecintaan yang teramat sangat dan bersabar atas segala kesulitan. Dan barang siapa yang melakukan hal itu, berarti dia telah mengendalikan kehendak dan ketamakan pada dirinya, dan dia akan beruntung yang tidak ada kerugian sedikitpun setelah keberuntungan tersebut. Dan al-itsaar tehadap diri sendiri melebihi al-itsaar dengan harta benda, walau itupun kembalinya kepada diri sendiri.

Dan diantara pemisalan yang menerangkan hal tersebut :

والجود بالنفس أقصى غاية الجود

Kedermawanan terhadap diri sendiri adalah puncak kedermawanan“

Dan seutama-utama kedermawanan terhadap diri sendiri adalah kedermawanan dalam menjaga agama Islam, Kitabullah ta’ala dan sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam , berjihad  untuk menjadikan seruan orang-orang kafir menjadu seruan yang semakin rendah dan seruan Alah akan menjadi semakin tinggi.

Ada yang berpendapat bahwa manusia yang paling dermawanan terhadap dunia adalah manusia yang berlaku dermawan terhadap segala hak-hak Allah, walau kaum manusia memandangnya sebagai seroang yang bakhil tehadap selain hak-hak Allah tersebut.

Ada yang berpendapat : Bahwa kedermawanan mempunyai sepuluh tingkatan : kedermawanan terhadap diri sendiri, kedermawanan akan kepemimpinan/kekuasaan, kedermawanan keadaan lapang, dan kelegaan hati,kedermawanan terhadap ilmu dan pencapaiannya, kedermawanan dengan memberi manfa’at atas kedudukan yang dimiliki, kedermawanan dengan memberi manfaat dari jasmani dalam ragam bentuknya, kedermawanan dengan kehormatan, kedermawanan dengan kesabaran dan dalam menanggung apa yang dibencinya, kedermawanan terhadap makkhluk ciptaan  dan kedermawanan dengan meninggalkan pengharapan dari apa yang ada ditangan manusia.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda :

أفضل الصدقة جهد المقل .

“ Shadaqah yang paling utama adalah shadaqah dari seseorang yang serba kekurangan “ (Shahih al-Jami’ ash-Shaghir no. 1112).

Orang yang serba kekurangan adalah seorang fakir yang bersabar dengan kelaparan yang menimpanya dan juga bersabar atas kekurangan harta. Dan keadaan seperti ini adalah keadaan yang menempati kedudukan tertinggi, seperti didalam firman Allah ta’ala :

“ Dan mereka memberikan makanan yang disukainya” (Surat al-Insan : 8).

“ Dan memberikan harta yang dicintainya “ (Surat al-Baqarah : 177).

Karena mereka mengeluarkan shadaqah sementara mereka sendiri mengharap sesuatu yang mereka sedekahkan itu. Dan bisa pula mereka tidaklah begitu membutuhkannya atau tidak begitu penting nilainya bagi dirinya. Mereka mengutamakan orang  lain dari pada diri mereka sendiri sementara mereka membutuhkan dan punya hajat akan harta yangmereka sedekahkan tersebut. Pada kedudukan seperti ini, terlihat bagaimana Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu telah mensedekahkan seluruh hartanya, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada beliau :

يا أبا بكر ما أبقيت لأهلك؟. فقال : أبقيت لهم الله ورسوله .

“ Wahai Abu Bakar, apakah yang engkau sisakan bagi keluargamu ? “ beliau menjawab : Saya meninggalkan Allah dan Rasul-Nya bagi mereka “ (Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 2901).

Adapun kedermawanan , ada yang mengatakan bahwa kedermawanan adalah pemberian tanpa diiringi penyebutan yang telah diberikan, tidak menimbangnya dan tidak pula merasa keberatan. Ada yang mengatakan bahwa kedermawanan adalah pemberian tanpa didahului dengan permintaan karena melihat kekurangan pada seseorang. Ada yang mengatakan bahwa kedermawanan adalah kegembiraan tatkala seseorang meminta dan suka cita disaat memberi sesuatu yang mumungkinkan baginya. Ada yang mengatakan : Yaitu pemberian atas dasar pertimbangan bahwa semua hartanya adalah milik Allah ta’ala dan seorang hamba adalah milik Allah ‘azza wajalla, maka diapun memberi hamba Allah dengan harta Allah tanpa mempertimbangkan akan jatuh miskin. Ada yang berpendapat bahwa barang siapa yang memberi sebagian miliknya dan menyisakan sebagiannya maka dialah seorang yang dikatakan pemurah, dan siapa saja yang memberikan sebagian besar harta miliknya dan hanya menyisakan sedikit bagi dirinya sendiri maka dialah yang diaktakan dermawan. Dan barang siapa yang dalam keadaan terdesak dan tetapi mengutamakan orang lain maka inilah seorang yang memiliki sifat al-itsaar. Dan siapa saja yang sama sekali tidak memberi sedikitpun juga inilah seorang yang dinamakan bakhil.

Ada yang mengatakan bahwa kedermawanan adalah sifat pertengahan antara sifat boros berlebih-lebihan dan sifat berhemat, pertengahan antara kelonggaran dalam memberi dan menjaga harta milik. Sebagaimana didalam firman Allah ta’ala :

“ Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu megulurkannya “ (Surat al-Israa’ : 29).

Dan juga firman Allah ta’ala :

“ Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta ), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak pula kikir, dan adalah pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian” (Surat al-Furqan : 67).

Ada yang berpendapat bahwa sifat pemurah adalah sifat dimana seseorang tidak menolak kewajiban yang diperintahkan oleh syari’at, seperti mengeluarkan zakat dan nafkah bagi istri dan anak-anak. Dan tidak pula menolak keharusan yang berkenaan dengan kedudukannya/martabatnya dihadapan kaum manusia, yaitu meninggalkan kesempitan didalam  hal-hal yang spesifik bersama dengan seseorang yang tidak sepatutnya berada didalam keadaan sempit. Apabila dia menghalangi salah satu dari hal-hal tersebut maka dia adalah seorang yang bakhil, akan tetapi seseorang yang menghalangi kewajiban syari’a atas dirinya ini lebih bakhil …

Barang siapa yang telah menunaikan kewajiban syari’at dan kewajiban yang berkaitan dengan martabatnya yang sepatutnya , berarti dia telah terlepas dari sifat kikir.

Benar, seseorang tidak akan disifati sebagai seorang yang pemurah dan dermawan selama belum memberikan harta bendanya melebihi hal itu, karena berharap keutamaan dan meraih derajat-derajat yang tinggi. Apabila dirinya mendapat kelonggaran, niscaya dia akan memberikan harta bendanya walau tidak diperintahkan oleh syari’at dan bukan karena sindiran tidak terarah kepadanya  menurut kebiasaan yang berlaku, maka dialah seorang yang dikatakan dermawan seukuran yang telah dilapangkan bagi dirinya, sedikit ataupun banyak.

Dan hal itu memiliki beberapa tingkatan yang tidak terbatas, dan sebagian manusia lebih dermawan dari pada sebagian lainnya. Melakukan setiap kebaikan yang secarat adat sudah menjadi keharusan dan juga jika ditinjau dari martabatnya tergolong sifat kedermawanan, namun dengan syarat perbuatan tersebut harus muncul dari dalam diri dengan keikhlasan bukan karena sifat tamak dan karena berharap pelayanan dan balasan yang setimpal, ucapan terima kasih ataukah pujian. Karena siapa saja yang tamak berharap-harap ucapan terima kasih dan sanjungan dia seorang pedangan dan bukan seorang dermawan. Karena dia membeli pujan yang sejuk dipendengaran dengan hartanya, dan pujian yang indah itulah yang dikehendaki dirinya. Sifat kedermawanan adalah sifat dimana seseorang mengleuarkan hartanya tanpa mengharap balasan. Dan inilah hakikat dari sifat kedermawanan, dan tidak tergambar didalam benak kecuali itu adalah sifat Allah ta’ala. Adapun bani Adam, sifat kedermawanan hanyalah kiasan karena tidak seorang anak cucu Adam melakukan sesuatu kecuali dengan tujuan tertentu. Akan tetapi , jika tujuan tersebut tiada lain untuk mendapatkan pahala diakhirat atau mencari keutamaan yang ada dibalik sifat kedermawanan dan untuk membersihkan diri dari noda-noda kebakhilan, maka ini dinamakan kedermawanan.

Tinggalkan komentar