Kautsar

إن كنت لا تعلم فتلك مصيبة وإن كنت تعلم فالمصيبة أعظم

Mengenal Ilmu Ushul Fiqh

Posted by Abahnya Kautsar pada 10 Maret 2010

Segala puji bagi Allah ‘azza wajalla yang telah berkenan memberi kita segala bentuk kenikmatan yang umum maupun yang khusus. Nikmat yang meliputi segenap bani Adam, dengan diutusnya para Rasul kepada mereka, sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Hingga akan binasa mereka yang binasa setelah ada kejelasan, dan akan hidup mereka yang hidup diatas kejelasan yang nyata.

Lalu Allah memberikan keistimewaan kepada siapa saja yang dikehendakinya di antara mereka dengan pemberian taufik untuk memahami kebenaran dan mendapatkan hidayah menuju kebenaran tersebut serta kemudahan untuk memahaminya, keteguhan hati untuk memilih kebenaran serta akan dimudahkan jalan kebenaran baginya.

Amma ba’du,

Sesungguhnyalah yang paling utama bagi setiap yang hendak bersaing berlomba, yang paling pantas untuk saling mendahului pada sebuah pacuan adalah sesuatu yang menjadi tolak ukur kebahagiaan seorang hamba dalam penghidupannya serta akhiratnya. Serta dalam mencapai petunjuk jalan menuju kebahagiaan tersebut. Hal itu tiada lain adalah ilmu yang bermanfaat dan amal yang shlih yang tiada kebahagiaan bagi seorang hamba kecuali dengan berbekal kedua hal tersebut. Dan tiada keselamatana bagi seoang hamba kecuali dengan bergantung dengan segala sebab keduanya. Bagi siapa yang telah diberikan rizki, maka sungguh dia telah beroleh keberuntungan dan kekayaan. Dan siapa saja yang dihalangi dari keduanya, maka segala kebaikan telah terhalangi darinya.

Keduanya –yaitu ilmu bermanfaat dan amal shalih- adalah acuan terbaginya seluruh hamba menjadi hamba yang beroleh rahmat dan yang terhalangi dari rahmat ilahi. Dan dengan keduanya akan dapat dipilah, antara hamba yang baik dan yang fajir, yang bertakwa dan yang menyimpang serta antara hamba yang zhalim dan di zhalimi.

Selanjutnya juga, seiring dengan keutamaan kedua hal diatas, maka amalan yang paling utama setelah beriman kepada Allah adalah menuntut ilmu. Dimana ilmu syara’ adalah warisan Nubuwwah sebagaimana sabda Nabi ,
“Sesungguhnya para Nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham, melainkan mereka mewariskan ilmu, barang siapa yang mengambil bagiannya maka sungguh dia telah mengambil bagian yang sangat besar.”

Dan sabda beliau pula,
“Para ulama adalah pewaris para Nabi.”

Lebih menegaskan hal itu, Allah subhanahu telah menempatkan para ulama pada derajat para Nabi dalam ihwal dakwah ilallah.

Allah subhanahu berfirman,
“Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (At-Taubah: 122)

Maka Allah subhanahu pada ayat ini memberikan kekuasaan untuk menyampaikan peringatan dan dakwah kepada para fuqaha, dan hal ini adalah derajat para Nabi yang mereka tinggalkan sebagai warisan kepada ulama.

Dan ilmu terbagi atas dua bagian, ilmu Tauhid dan Ilmu Fiqh. Adapun ilmu Tauhid maka dasar pijakannya adalah dengan berpegang kepada segala penyampaian Al-Qur`an dan As-Sunnah, menjauhkan diri dari hawa nafsu dan segala bentuk bid`ah, sebagaimana contoh dari para sahabat –radhiallahu ‘anhu-, ulama tabi’in dan ulama as-Salaf ash-Shalih.

Sedangkan ilmu Fiqh, tiada lain suatu kebaikan yang melimpah dan sebuah hikmah yang Allah telah sebutkan didalam firman-Nya,
“Dan barang siapa yang telah diberikan hikmah, maka dia telah mendapatkan kebaikan yang sangat banyak.” (Al-Baqarah: 269)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma –tafsiran ayat diatas- bahwa beliau berkata, “Hikmah adalah pengetahuan akan hukum-hukum syara’ berupa halal dan haram.”

Maka derajat ilmu, adalah pencapai akhir dalam kekuatan nalar dan kebaikan. Dan inilah yang dikehendaki oleh Rasulullah dalam sabda beliau, “Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan, maka Allah akan memahamkannya dalam perkara agama.”

Dan sabda beliau , “Sebaik-baik kalian di masa jahiliyah adalah sebaik-baik kalian di masa Islam, jika kalian memahami.”

Karena itu, para sahabat radhiallahu ‘anhum demikian antusias dalam menuntut ilmu ketika mereka mengetahui derajat ilmu yang tinggi dan kedudukannya yang tinggi. Kisah-kisah mereka dalam menuntut ilmu serta semangat mereka menuntut ilmu bukanlah suatu yang tersamarkan bagi seorang cerdik pandai, terlebih lagi kisah perjalanan Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan selainnya.

Ilmu Fiqh tersebut –yaitu pengetahuan halal dan haram pada hukum-hukum Islam- tidaklah memungkinkan tercapai kecuali setelah mengetahui dalil-dalil hukum Islam. Pengetahuan akan dalil-dalil hukum Islam serta segala sesuatu yang berkaitan dengannya tiada lain adalah ilmu Ushul Fiqh. Dengan demikian ilmu Ushul Fiqh adalah pondasi dan dasar utama akan kebaikan yang terdapat dalam ilmu Fiqh itu sendiri.

Seseorang yang mendalami ilmu Ushul Fiqh ini, dan memfokuskan nalar dan pikirannya niscaya akan mencapai segala macam manfaat syara’, kandungan hukum-hukum fiqh, sejumlah besar faedah dan tujuan-tujuan syara’ yang universal.

Maka ilmu Ushul Fiqh ini telah menempati derajat yang tinggi dari sejumlah ilmu-ilmu Islam lainnya, memberikan manfaat yang demikian besar, faedah yang sangat meluas, memiliki urgensi yang sangat besar, dan kemuliaan yang tinggi

(Lihat di dalam Muqaddimah Kitab Al-Ihkam fii Ushul Al-Ahkam, karya Ibnu Hazm rahimahullah juz1 hal. 2, Muqaddimah Ibnul Qayyim rahimahullah didalam Kitab A’laam Al-Muwaqqi’in juz 1 hal. 7-8 cet. Daar Al-Jiil, dan Lihat Pendahuluan Kitab Al-Muhadzdzab fii Ushul Fiqh Al-Muqaran juz. 1)

Dari tulisan Al Ustadz Rishky Abu Zakariya Di sini

Tinggalkan komentar