Kautsar

إن كنت لا تعلم فتلك مصيبة وإن كنت تعلم فالمصيبة أعظم

Apabila seseorang melakukan jima’ dengan istrinya pada siang hari Ramadhan, hukum apakah yang diwajibkan baginya?

Posted by Abahnya Kautsar pada 22 Agustus 2009

Sebagian   besar   ulama   berpendapat   akan   wajibnya   kaffarah.

Berdalilkan  dengan  hadits  Abu  Hurairah  -radhiallahu  ‘anhu-  terdahulu.

Dimana  seseorang  sahabat  datang  yang  berkata  kepada  Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, binasalah saya!”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah yang telah membuatmu binasa?”

Dia berkata, “Saya telah berhubungan intim dengan istriku pada siang hari Ramadhan.”

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,   “Apakah   engkau   memiliki   kemampuan   untuk membebaskan seorang budak?”

Dia menjawab, “Tidak.”

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau sanggup untuk berpuasa dua bulan berturut-turut?”

Dia menjawab, “Tidak.”

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau sanggup untuk memberi makan enam puluh orang miskin?”

Dia menjawab, “Tidak.”

Lalu  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terduduk,  hingga  ada yang  membawa  setandan kurma  kepada  beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu  bersabda  kepada  orang  tersebut, “Bersedekahlah dengan korma ini.”

Dia  bertanya,  “Apakah -sedekah  tersebut-  kepada  yang  paling  miskin diantara   kami?   Karena   tidak   ada   diantara   dua   batas   desa   kami, penduduknya yang lebih butuh dari pada kami.”

Maka  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa  hingga  geraham  beliau  menjadi  terlihat,  dan bersabda, “Pergilah dan berilah keluargamu makan dengan kurma ini.”

(HR. al-Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 781-782 dan selainnya)

Dan  pada  riwayat  lainnya,  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Dan  puasalah engkau menggantikan hari tersebut.”

(HR.  Abu  Dawud  no.  2583,  al-Hakim  2/203,  ad-Daraquthni  2/190,  Ibnu Khuzaimah no. 1954 dan al-Baihaqi 4/226-227 dari jalan Hisyam bin Sa’ad dari az-Zuhri dari   Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah) -Telah diterangkan akan kelemahan lafazh tambahan ini sebelumnya.-

Dan diriwayatkan pada jalan lainnya, dari jalan Ibnu al-Musayyab dari Abu Hurairah, pada riwayat Ibnu Majah 1/523, namun pada sanadnya terdapat Abdul Jabbar bin Umar dan dia perawi yang dha’if.

Imam Ahmad juga meriwayatkan didalam Musnad beliau 2/208, dari
jalan Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya semisal dengan hadits
diatas.

Dan  juga  diriwayatkan  dari  Aisyah  -radhiallahu  ‘anha-  secara  marfu’ semisal dengan hadits Abu Hurairah.

(HR. al-Bukhari no. 1935 dan Muslim no. 783)

Sebagian  ulama  lainnya  menyelisihi  pendapat  ini,  diantara  mereka adalah asy-Sya’bi, an-Nakha’i, Sa’id bin Jubair dan Muhammad bin Sirin. Mereka  berpendapat  bahwa  kaffarah  tidaklahwajib.  Seandainya  wajib, niscaya tidak akan gugur karena keadaan -ekonomi- yang sempit.

Pendapat yang shahih adalah pendapat mayoritas ulama, berdasarkan dalil-dalil  syara’  yang  sangat  jelas  menunjukkan  keharusan  membayarkan kaffarah bagi seseorang yang melakukan jima’ pada siang hari Ramadhan.

Sedangkan  pendapat  yang  menyatakan  tidak  wajibnya  kaffarah  dengan dalih  gugurnya  kaffarah  tersebut  jika  dalam  keadaan  sempit,  adalah inferensi dari masalah yang masih diperdebatkan oleh ulama..

Dimana masalah ini, yaitu jika seseorang dalam keadaan kesulitan/tidak mampu   dalam   membayarkan   kaffarah,   terdapat   perbedaan   pendapat dikalangan ulama, sebagaimana furu’ berikut ini.

Tinggalkan komentar