Kaffarah jima’ berlaku secara tertib sebagaimana halnya pada kaffarah zhihar
Posted by Abahnya Kautsar pada 22 Agustus 2009
Sebagaimana yang ditunjukkan secara eksplisit oleh hadits Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu- bahwa kaffarah bagi seseorang yang melakukan jima’ pada siang hari Ramadhan tanpa adanya udzur syar’i, waib diberlakukan secara tertib. Maka keharusan baginya adalah membebaskan seorang hamba sahaya, jika dia tidak sanggup melakukannya, maka diharuskan berpuasa dua bulan berturut-turut, dan jika dia tidak sanggpup melakukannya, maka diharuskan untuk memberi makan enam puluh orang miskin.
Pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama.
Adapun mazhab Malik, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad, bahwa seseorang boleh memilih kaffarah yang diharuskan baginya, tanpa adanya tertib. Dan salah satu dari tiga kaffarah tersebut yang dipilihnya sudah cukup baginya.
Mereka berargumen dengan hadits pada bab ini, dan pada sebuah lafazhnya, bahwa seseorang berbuka dengan sengaja pada siang hari Ramadhan, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadanya untuk membayarkan kaffarah dengan membebaskan seorang budak atau berpuasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan enam puluh orang miskin. Dimana kata, “atau” pada hadits mengindikasikan bolehnya memilih.
Pendapat yang rajih/tepat insya Allah adalah pendapat mayoritas ulama, yaitu pendapat yang pertama, bahwa kaffarah harus diberlakukan secara tertib.
Dikarenakan hadits tersebut telah diriwayatkan dari beberapa jalur peiwayatan dan pada kesemua jalur periwayatan tersebut menyebutkan adanya tertib pemberlakuan kaffarah. Dan juga yang menunjukkan bahwa tidak diperkenankan untuk memilih, karena konteks hadits tersebut sebagai sebuah penjelasan dan jawaban atas sebuah soal, yang kedudukannya setara dengan sebuah syarat hukum.
Tinggalkan komentar