Kautsar

إن كنت لا تعلم فتلك مصيبة وإن كنت تعلم فالمصيبة أعظم

USHUL AS- SUNNAH (bag. 1)

Posted by Kautsar pada 28 Januari 2008

Karya :
AL IMAM ABU ‘ABDILLAH
AHMAD BIN MUHAMMAD BIN HANBAL ASY SYAIBANY

Berkata Al Qadhi Abul Hasan Muhammad bin Abi Ya’la , beliau berkata : Saya telah membacakannya kepata Al Mubarak, saya katakan kepada beliau : ‘Abdul ‘Azis Al Azji mengabarkan kepada kami, beliau berkata : ‘Ali bin Bisyran mengabarkan kepada kami, beliau berkata : ‘Utsman yang ma’ruf dengan Ibnu As Simak mengabarkan kepada kami, beliau berkata : Al Hasan bin ‘Abdil Wahhab menceritakan kepada kami , beliau berkata : Sulaiman bin Muhammad Al Munqari menceritakan kepada kami, beliau berkata : ‘Abdus bin Malik Al ‘Aththar menceritakan kepada kami, beliau berkata : Saya telah mendengar Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal – radhiallahu ‘anhu – berkata : –
Ushul – pokok-pokok / landasan dasar – Sunnah, menurut kami adalah :
Berpegang teguh dengan tauladan para Sahabat Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wasallam – serta meniti jalan mereka.

Penjelasan:
Nash-nash syara’ telah menegaskan wajibnya mengembalikan segala perkara dan berpegang teguh diatas Al-Qur`andan As Sunnah serta pemahaman para Sahabat rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasalam. Tidak berpaling dari Al-Qur`andan As Sunnah serta Manhaj Sahabat dan juga nash-nash syara’ melarang segala bentuk perpecahan.
Adapun nash-nash syara’ yang berupa ayat-ayat Al-Qur`an, diantaranya : –

Firman Allah – subhanahu wata’ala -:
“Dan barang siapa yang menyelisihi Rasulullah – shollallahu ‘alaihi wasallam setelah ditampakkan kepadanya petunjuk dan mengikuti selain jalan kaum mu’minin, akan Kami palingkan ia kemana ia berpaling dan akan Kami campakkan ia kedalam Jahannam dan itulah seburuk-buruk tempat kembalian “
Dan firman-Nya :
“Wahai orang –orang yang beriman, taqwa-lah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, dan janganlah kalian –nantinya – meninggal kecuali dalam keadaan benar-benar ber-Islam , dan berpegang teguhlah dengan tali – yakni syari’at – Allah ta’ala dan janganlah kalian tercerai-berai”.

Dan firman-Nya – ta’ala – :
“Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus, maka mestilah kalian mengikutinya dan jangan sekali-kali kalian mengikuti jalan-jalan – selainnya – yang mana akan menyebabkan kalian tercerai-berai dari jalan-Ku. Demikianlah yang Kami wasiatkan kepada kalian agar kalian bertaqwa.”

Dan firman Allah –ta’ala – :
“Dan –Ia / Allah ta’ala – telah menetapkan syari’at bagian kalian dalam Agama ini, sebagaiamna yang telah diwasiatkan kepada Nuh dan meraka – para Nabi – yang telah Kami turunkan kepada mereka wahyu Kami kepada engkau – Muhammad – dan apa yang telah Kami wasiatkan atas Ibrahim, Musa dan ‘Isa, -yakni wasiat untuk – menegakkan Diin/Agama ini dan tidak tercerai-berai didalamnya”
Dan firman Allah –ta’ala – :
“Sungguhlah mereka yang memecah belah agama mereka dan menjadi berkelompok-kelompok , tidaklah engkau – Muhammad – bagian dari mereka sedikitpun juga “

Dan sekian banyak ayat-ayat Al-Qur`anlainnya yang semakna dengan ayat-ayat diatas.
Adapun dari nash-nash As Sunnah An Nabawiyah Ash Shohihah, yang menunjukkan wajibanya berpegang dengan Al-Qur’an, As-Sunnah dan Mazhab Sahabat, diantaranya :
Dari Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiallahu ‘anhu dari Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam , beliau bersabda : ” … Dan yang wajib bagi kalian adalah berpegang dengan Sunnah-ku dan sunnah para Khulafa’ Ar Rasyidiin, gigitlah erat-erat dengan geraham kalian, dan hal yang terlarang bagi kalian untuk mengada-adakan perbuatan yang muhdatsah – bid’ah – ” ( Dikeluarkan oleh Abu Daud No. 4607, At Tirmidzi No. 2676, Ibnu Majah No. 42, 43, Ahmad 4 / 126 , 127, Ad Darimi 1 / 44, Al Hakim 1 / 97, dan dishohihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shohih Al Jami’ Ash Shoghir 2 . 346 ).
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud – radhiallahu ‘anhu -, bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam –suatu saat – menggariskan dihadapan kami suatu garis yang lurus, lalau beliau bersabda : ” Inilah jalan Allah “. Lalu beliau menggariskan dikiri dan kanan garis tersebut sejumlah garis lainnya, dan bersabda : “Dan ini adalah jalan-jalan dimana syaithan akan mengajak –kalian – meniti diatasnya”. Lalu beliau membacakan firman Allah ta’ala : Dan inilah jalan-Ku yang lurus, maka seharusnyalah kalian mengikutinya dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan lainnya yang akan mencerai-beraikan kalian dari Jalan-Nya.( Dikeluarkan oleh Ahmad dalam Al Musnad 1 / 435, 465, An Nasa’I dalam Al Kubra 6 / 343, Ad Darimi 1 / No. 202, Ibnu Hibban 1 / No. 60, Al Hakim 2 / No. 3241, Al Bazzar 1 / No. 935, Ibnu Abi ‘Ashim dalam As Sunnah No. 16, Al Marruzi dalam As Sunnah No. 11 ).

Dari Abu Hurairah – radhiallahu ‘anhu – , beliau berkata : Bersabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam : ” Sesungguhnya Allah ridha kepada kalian tiga perkara, ridha kepada kalian -jika kalian – beribadah hanya kepada-Nya dan tidak berbuat syirik atas-Nya dengan sesuatupun, berpegang teguh dengan tali – syari’at – Allah dan tidak bercerai-berai , dan …. ” (Dikeluarkan oleh Muslim – Al Minhaj – 12 / 10 No. 1715, Ahmad 2 / 367 dan Malik dalam Al Muwaththo’ No. 1796, serta selain mereka).

Dari Jabir bin ‘Abdillah beliau berkata : Bersabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam : “Saya telah tinggalkan bagi kalian dua perkara, dimana kalian berpegang dengannya kalian tidak akan sesat selamamnya, yakni Al-Qur`an dan Sunnah-ku” ( Dikeluarkan oleh Imam Muslim No. 1218 ).

Dari Abu Syuraih Al Khuza’I beliau berkata : Suatu saat kami keluar bersafar bersama dengan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, lantas beliau bersabda : “Bukankah kalian telah mempersaksikan kalimat Syahadatain , Laa Ilaha Illallah dan aku adalah Rasulullah ?” Kami menjawab : Benarlah demikian. Beliau bersabda : “Karena sesungguhnya Al-Qur`an ini salah satu sisinya berada dalam genggaman tangan Allah dan yang satunya lagi ada pada kalian, maka berpeganglah dengan Al-Qur`an itu, kalian tidak akan sesat dan tidak akan binasa setelah itu selamanya.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban No. 122 dan dishahihkan oleh Asy-syaikh Al Albani dalam At-Targhib 1 / 93).

Dari Abu Ad Darda’, beliau berkata : Bersabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam : “Telah saya tinggalkan kalian diatas pegangan yang putih bersih, dimana malamnya – saja – bagaikana siangnya, tidak akan berpaling darinya seorangpun melainkan ia akan binasa”. (Dikeluarkan oleh Ibnu Majah 1 / No. 1604, Ahmad 4 / 126, Ibnu Abi ‘Ashim dalam As Sunnah No. 26, dan dishohihkan oleh Al albani dalam Adz Dzhilalul Jannah 47 – 49).

Berkata ‘Abdullah bin Mas’ud : “Wahai segenap kaum muslimin, sungguhlah kalian akan dinampakkan perkara yang diada-adakan dan diselubungi dengan perkara tersebut, maka jikalau kalian menjumpai perkara-perkara yang diada-adakan maka yang wajib atas kalian adalah berpegang dengan tuntunan yang terdahulu ” (Dikeluarkan oleh Ad Darimi 1 / No. 169).

Dan berkata Ibnu Mas’ud : “Terlarang bagi kalian setiap perkara bid’ah, tanaththu’ – sikap berlebih-lebihan – dan juga terlarang sikap ta’ammuq – sikap melampaui batas – , dan yang wajib bagi kalian adalah berpegang dengan warisan terdahulu”.

Berkata Hudzifah bin Al Yaman : “Kalian ikutilah jalan kami , dan sekiranya kalian telah mengikuti kami sesungguhnya kalian telah melaju dengan jauhnya dan sekiranya kalian menyelisihi kami, sungguh kalian telah tersesat dengan kesesatan yang jauh” (Keduanya dikeluarkan oleh Ibnu Wadhdhoh dalam Kitab Al Bida’ wan Nahyu ‘anha hal. 12).

Berkata ‘Abdullah bin Mas’ud : “Ittiba’ – ikutlah – kalian dengan Sunah danjangan mengada-adakan perbuatan bid’ah karena sesungguhnya telah tercukupi –perkara Agama ini – bagi kalian” (Dikeluarkan oleh Al Darimi No. 211 dan Al Baihaqi dalam Al Madkhal No. 204).

Berkata Sahl bin ‘Abdillah At Tusturi : “Yang wajib abgi kalian adalah meniti diatas Atsar dan Sunnah, karena saya mengkhawatirkan akan tiba dalam zaman yang demikian dekat ini, jikalau seseorang menyebutkan – nama – Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam dan menjadikan beliau shollallahu ‘alaihiw asallam tauladan dalam setiap perihal beliau, mereka –kaum manusia – akan mencelanya, meninggalkan ia, berlepas diri darinya, merendahkan dan menghinakannya” ( Tafsir Al Qurtubhi 9 / 139 ).

Dan –juga – meninggalkan setiap perkara bid’ah dimana setiap bid’ah adalah kesesatan.

Penjelasan:
Adapun penjelasan syara’ berkenaan dengan wajibnya seorang muslim untuk berhati-hati dan menjauhkan diri dari setiap perkara bid’ah demikian juga dari pelaku-pelaku bid’ah serta meninggalkan majelis-majelis mereka, telah dijumpai pada sekian dalil-dalil syara’, baik itu dari Al-Qur`an Al Karim maupun dari Sunnah Nabawiyah Shahihah.
Telah disebutkan sebelumnya dalam hadist Al ‘Irbadh bin Sariyah, dimana Rasulullah # bersabda : ” … Dan seburuk-buruk perkara adalah hal-hal yang diada-adakan dalam Diin/Agama, dan setiap perbuatan yang diada-adakan tersebut adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan –tempatnya- di api neraka. “

Dan juga Allah ta’ala –tentang hal ini – berfirman : ” Dan jikalau kalian menjumpai mereka yang mengolok-olok ayat-ayat Kami maka berpalinglah dari mereka sehingga merekapun membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaithan melupakan kalian, maka janganlah kalian duduk duduk setelah teringat bersama dengan kaum yang dholim”. (Al An’am : 68).

Dan Allah ta’ala berfirman : “Dan sungguh Allah telah menurnkan kepada kamu di dalam Al-Qur`an, bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan , maka janganlah kamu duduk dengan mereka, hingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain . Karena – jika kamu melakukan hal itu – tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik bersama dengan orang-orang kafir didalam Jahannnam.” (An Nisa’ : 140).
Dan demkian juga didalam hadist ‘Aisyah -radhiallahu ‘anha – beliau berkata : Rasulullah pernah menbacakan firman Alla ta’ala : ” Dan Dia-lah Dzat yang telah menurunkan kepada engkau Al Qur’an, didalamnya terdapat ayat-ayat yang muhkam – terang dan jelas – dan itulah pokok-pokok Al-Qur`andan selebihnya ayat-ayat yang mutasyabih – yang tersamar maknanya – Adapun orang-orang yang didalam hati mereka kecendrungan kpada kesesatan, maka mereka akan mengikuti ayat-ayat yang mutasyabih tersebut untuk mendatangkan fitnah dan mencari-cari ta’wilannya. Padahal tiada yang mengetahui ta’wilannya melainkan Allah ta’ala. Dan orang-orang yang mendalam ilmu-nya berkata : Kami beriman –pada ayat-ayat mutasyabih tersebut – karena kesemuanya datang dari sisi Rabb kami. Dan tidak akan ada yang akan dapat mengambil pelajaran selain mereka yang memiliki akal “. ( Ali ‘Imran : 7 )
Berkata ‘Aisyah : Bersabda Rasulullah : “Dan jika engkau mendapati mereka yang mengikuti segala yang mutasyabih yang terdapat dalam Al-Qur`an, maka merekalah yang telah disebutkan oleh Allah, maka kalian berhati-hatilah dari mereka “.
(Dikeluarkan oleh Al Bukhari No. 4547 dan Muslim No. 2665 ).
Ayat-ayat ini, yang menunjukkan peringatan serta anjuran – perintah – untuk berhati-hati dan menjauhkan diri dari kaum yang mempermainkan, mengolok-olokkan Ayat-ayat Allah dan juga mereka yang mengikuti perkara yang tersamar dari dalil-dali syara’, menunjukkan kelaziman bahwa perkara tersebut adalah perkara yang tercela dan dilarang dalam syara’.
Dan juga hadits yang diriwayatkan dari jalan Amru bin Syu’aib dari bapak beliau dari kakek beliau, bahwa sekelompok – sahabat – sedang duduk didepan pintu Nabi, maka sebagian diantara mereka mengatakan : Tidakkah Allah telah mengatakan demikian dan demikian.
Beliau radhiallahu anhu berkata : Maka mereka terdengan oleh Rasulullah, lalu beliau keluar dan seolah–olah diwajah beliau semburat kemerahan seperti biji Ruman, lalu beliau bersabda : “Dengan inikah kalian diperuntahkan atau dengan inikah kalian diutus, yakni kalian saling menabrakkan Al-Qur`an sebagian dengan sebagian lainnya. Sesungguhnya umat-umat sebelum kalian menjadi celaka pada yang semisal ini, maka kalian perhatikanlah apa yang diperintahkan kepada kalian lalu amalkanlah, dan perhatikan segala yang kalian dilarang atasnya lalu tinggalkanlah “ (Diriwayatkan oleh Ahmad didalam Al-Musnad, dan dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir lihat no. 6845 ).
Hadist ini menunjukkan betapa pengingkaran beliau, terhadap sahabat yang telah menyalahi tuntunan As-Sunnah yang telah disampaikan oleh beliau.
Demikian pula hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah mencintai atas kalian tiga perkara dan membenci atas kalian tiga perkara. Allah mencintai bagi kalian – tiga perkara – yakni : Beribadah kepada-Nya dan tidak mensyarikatkan-Nya, untuk berpegang teguh dengan tali ikatan Allah dan tidak tercerai berai dan saling menasihati bagi seseorang yang Allah berikan kekuasaan untuk memegang urusan kalian. Dan membenci atas kalian – tiga perkara – , yakni : Qiila wa qaala – menebar ucapan -, menghambur-hamburkan harta dan banyak bertanya“. (Diriwayatkan oleh Muslim no. 1715).
Beberapa atsar dari shahabat dan para Ulama Salaf setelah mereka, lebih menjelaskan hal ini, diantaranya : –
Atsar dari ‘Abdullah bin ‘Umar, tentang kaum Al-Qadariyah : – Beliau berkata : “Jika engkau menjumpai mereka maka beritahukan kepada mereka bahwa sesungguhnya saya berlepas diri dari mereka dan mereka tidak ada kaitannya sama sekali dengan-ku” (Dikeluarkan oleh Muslim No. 8).
Atsar ‘Abdullah bin ‘Abbas, beliau berkata : “Janganlah kalian duduk bermajlis dengan Ahlul Ahwa’ – pengikut hawa nafsu, karena bermajlis dengan mereka akan menyisakan penyakit didalam hati kalian” (Al Ibanah 2 / 438).
Atsar ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azis , beliau berkata : ” … Amma ba’du, Dan setelah itu saya wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah ta’ala dan berlaku apa adanya dalam menjalankan perintah-Nya dan dalam Ittiba’ –mengikuti – sunnah Nabi-Nya shollallahu ‘alaihi wasallam. Meninggalkan segala yang diada-adakan oleh orang-orang yang selalu mengada-adakan perkara baru dalam Agama, yakni perkara yang telah jelas sunnah beliau dan kalian cukupkanlah seperti adanya. Dan wajiblah bagi kalian untuk senantiasa diatas sunnah , dikarenakan sesungguhnya sunnah tersebut telah dicontohkan dari seseorang yang lebih mengetahui akibat penyelisihannya berupa kekeliruan , tergelincir –dari kebenaran-, kebodohan dan sikap melampaui batas. Maka engkau ridholah sebagaimana kaum tersebut – para shahabat ridha dengan diri mereka, dikarenakan mereka berhenti atas dasar ilmu dan menahan diri atas dasar pandangan yang jernih. Dan mereka sesungguhnya jika ingin menyingkap setiap perkara Agama mereka akan mampu melakukannya, dan sekiranya ada keutamaan pada perkara itu mereka akan terlebih dahulu.
Dan jika ada yang berkata : Sudah terjadi perbuatan muhdast – yang diada-adakan – setelah mereka ? Tidaklah diada-adakan perbuatan tersebut setelah mereka melainkan oleh seseorang yang meniti selain sunnah mereka dan melihat dirinya lebih utama dari mereka. Sesungguhnya bagi mereka telah ada pendahulu yang telah menyampaikan segala yang sudah mencukupi dan telah menyifatinya dengan sifat-sifat yang telah melegakan … ”
(Dikeluarkan oleh Al Ajurri dalam Asy Syari’ah 1 / 443 – 445 dan Abu Nu’aim dalam Al Hilyah No. 5338).
Atsar Abu Qilabah, beliau berkata : “Janganlah kalian duduk bermajlis bersama dengan Ablul ahwa’ dan janganlah kalian mengadakan perdebatan dengan mereka, dikarenakan saya tidak menjamin kalian bahwa mereka bisa menjatuhkan kalian dalam kesesatan mereka ataukah menyamarkan atas diri kalian apa-apa yang kalian tidak ketahui ” (Dikeluarkan oleh ‘Abdullah bin Al Imam Ahmad dalam As Sunnah 1 / 137, Ad Darimi 1 / 120, Al Lalikai dalam Syarh I’tiqad 1 / 134 , dan Al Ibanah 2 / 435).
Dan juga diriwayatkan dari Laits bin Abi Sulaim dari Abu Ja’far , beliau berkata : ” Janganlah kalian duduk bermajlis dengan orang-orang yang senang mengadakan permusuhan, dikarenakan merekalah yang senantiasa mengolok-olok ayat-ayat Allah ” Dan semisalnya diriwayatkan pula dari Muhammad bin Sirin. ( Tafsir Ath Thabari 7 / 229, Tafsir Al Qurthubi 7 / 12 dan Al Ibanah 2 / 431 ).
Dan diriwayatkan oleh Al-Laalikaai didalam Ushul Al-I’tiqad ( 1 / 129 ) dari Qatadah, beliau menafsirkan firman Allah ta’ala : “ Diantara kaum manusia ada yang memperdebatkan tentang Allah tanpa dasar ilmu “ ( QS. Luqman : 20 ), beliau berkata : “ Dia adalah shahib al-bid’ah yang menyeru kepada bid’ahnya “.

Dan banyak lagi dari Hadist dan Atsar serupa dengan yang telah disebutkan diatas, Wallahu Al Muwaffaq.

Sumber : http://www.pondoksantri.com/blog/?p=14

Tinggalkan komentar