Kautsar

إن كنت لا تعلم فتلك مصيبة وإن كنت تعلم فالمصيبة أعظم

Hadits-Hadits Tentang Keharaman Nyanyian dan Alat Musik ( 2 )

Posted by admin pada 6 Februari 2008

Hadits kedua:

Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada dua suara yang dila’nat di dunia dan di akhirat: suara seruling ketika mendapat ni’mat dan suara ratapan ketika ditimpa musibah”.

Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Bazzar dalam kitab hadits beliau “Musnad Al-Bazzaar” (1/377/795-Kasyful Astaar), dimana beliau berkata: “’Amr bin ‘Ali menceritakan kepada kami: “Abu ‘Ashim menceritakan kepada kami: “Syabib bin Bisyr Al-Bajalli menceritakan kepada kami bahwasanya beliau berkata: “Aku mendengar Anas bin Malik berkata:… … (kemudian beliau menyebutkan hadits Anas ini)”. Dan dari jalan Abu ‘Ashim –yang bernama asli Adh-Dhahhak bin Makhlad- dikeluarkan oleh Abu Bakr Asy-Syafi’i dalam kitab “Ar-Rubaa’iyyaat” (2/22/1-Makhthuuth Azh-Zhaahiriyah) serta oleh Adh-Dhiyaa’ Al-Maqdisi dalam kitab “Al-Ahaadiits Al-Mukhtaarah” (6/188/2.200,2.001). Dan Al-Bazzar berkata:

“Kami tidak mengetahui hadits ini dari Anas kecuali lewat isnad (atau sanad) ini”.

Saya berkata: “Dan perawi-perawi hadits ini adalah tsiqah sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Mundziri (4/177) yang diikuti oleh Al-Haitsami (3/13). Akan tetapi Syabib bin Bisyr ini diperselisihkan, karena itu al-hafizh Ibnu Hajar berkata tentang beliau dalam kitab “Mukhtashar Zawaa’idil Bazzaar” (1/349): “Dan Syabib ini ditsiqahkan (dianggap tsiqah)”.

Dan al-hafizh Ibnu Hajar juga berkata dalam kitab “At-Taqriib”: “Beliau (Syabib) seorang yang shaduq (benar) yang (terkadang) salah”.

Saya berkata: “Kalau begitu isnadnya hasan, bahkan (bisa menjadi) shahih seperti yang akan diuraikan. Apatah lagi beliau diikuti oleh Isa bin Thahman yang juga meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu ‘anhu (dikeluarkan oleh Ibnu As-Sammak dalam “Al-Awwalu min Hadiitsihi” (yang pertama dari hadits beliau) (2/87-Makhthuuth). Dan Isa bin Ath-Thahman ini tsiqah dan termasuk perawi dimana Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari beliau sebagaimana yang disebutkan dalam kitab “Mughnidz Dzahabi”.

 Al-Asqalani juga berkata: “Beliau (Isa) seorang yang shaduq yang luput dari pengamatan Ibnu Hibban, dan kesalahan terletak pada apa yang beliau ingin pahami dari selain diri beliau”. Jika memang demikian adanya maka hadits ini menjadi shahih dan Al-Hamdulillaah.

Masih ada lagi syahid (penguat) yang menambah kuat kedudukan hadits ini, yaitu yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah dari Abdurrahman bin ‘Auf bahwasanya beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya saya tidak melarang tangisan, akan tetapi saya melarang dua suara yang bodoh lagi maksiat: suara ketika mendapat ni’mat, (yaitu) suara hiburan (“al-lahwu”), senda-gurau (“al-la’ib”) dan alunan seruling syaithan dan suara ketika ditimpa musibah, (dengan) menampar-nampar wajah, mencabik-cabik kantong baju dan meratap dengan ratapan syaithan”.

Hadits di atas dikeluarkan oleh Al-Hakim (4/40), Al-Baihaqi dalam kitab hadits beliau (4/69) serta dalam kitab “Asy-Su’ab” (7/241/1063 dan 1064), Ibnu Abiddunya dalam kitab “Dzammul Malaahi” (1/159-“Zhahiriyah”), Al-Ajiri dalam kitab “Tahriimun Nard…” (201/63), Al-Baghawi dalam “Syarhus Sunnah” (5/ 430-431), Ath-Thayalisi dalam kitab musnad beliau (1683), Ibnu Sa’ad dalam “AthTabaqaat” (1/138), Ibnu Abi Syaibah dalam “Al-Mushannaf” (3/393), Abdu ibnu Humaid dalam “Al-Muntakhab min Al-Musnad” (3/8/1044) dari berbagai jalan dari Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila, dari ‘Atha dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu

Dan diantara para perawi di atas ini ada yang tidak menyebutkan Abdurrahman bin Abi Laila, dan mengenai beliau ini (Abdurrahman) ada sedikit catatan.

At-Tirmidzi juga meriwayatkan hadits ini dalam kitab hadits beliau no. 1005 dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu secara ringkas dan setelah itu beliau berkata: “Hadits ini hasan”, yang maksudnya hasan li ghairihi oleh karena adanya Abdurrahman bin Abi laila ini dan hal ini diakui atau disetujui oleh Az-Zili’I dalam kitab “Nashbur Riwaayah” (4/84) begitu-pula Ibnul Qayyim dalam kitab beliau  Al-Ighaatsah” (1/254), sekalipun al-hafiz Ibnu Hajar mendiamkannya dalam kitab beliau “Fathul Baari” (3/173 dan 174) sebagai isyarat bahwasanya beliau menguatkan hadits ini sebagaimana kaidah beliau selama ini.

Dan Al-Haitsami berkata dalam kitab “Majma’uz Zawaa’id” (3/17): “Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Al-Bazzar dimana didalamnya terdapat nama Abdurrahman bin Abi Laila yang memiliki catatan (atau komentar dari ulama)”.

Adapun ucapan al-hafizh Ibnu Hajar dalam kitab “Ad-Dirayah” (2/172) setelah beliau menyebutkan para perawi yang telah kami sebutkan di atas, yang berbunyi: “Dan dikeluarkan oleh Al-Bazzar dan Abu Ya’la dari sumber lain, dimana keduanya berkata: “Dari Jabir dari Abdurrahman bin ‘Auf Radhiyallahu ‘anhu, serta dikeluarkan pula oleh Al-hakim dari jalan yang lain pula dari Abdurahman bin ‘Auf Radhiyallahu ‘anhu”, mengisyaratkan bahwasanya yang ada di sisi mereka para perawi ini bukan bersumber dari jalan Abdurrahman bin Abi Laila yang sebenarnya tidaklah demikian. Seluruh yang ada di sini adalah bahwasanya sebahagian diantara mereka ada yang menjadikannya sebagai musnad (bersumber dari) Jabir Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana didalamnya mereka menyebutkan nama Abdurrahman sebagai yang memiliki “catatan” dan sebahagiannya lagi menjadikannya sebagai musnad Abdurrahman sendiri sebagaimana yang telah disebutkan di atas, wallaahu Subhaanahuu wa Ta’aala a’lam. [dan Ibnul Qayyim pun menduga demikian dalam kitab beliau “Mas’alatus Samaa’” (hal. 115) sehingga beliau menyebutkannya sebagai riwayat Al-Bukhari dalam kitab “Shahiih Al-Bukhari” dari hadits Abdurrahman bin’Auf  Radhiyallahu ‘anhu dan ini luput dari pengamatan yang mentahqiq hadits ini. Sesungguhnya hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu yang warid ketika anak beliau Ibrahim wafat, dan tidak terdapat di dalamnya syahid! ].

Tanbiih (peringatan):

Sungguh anda telah melihat wahai para pembaca yang mulia banyaknya imam yang meriwayatkan hadits ini serta disebutkan dalam berbagai sumber dari dua orang sahabat yang agung: Anas Radhiyallahu ‘anhu dan Abdurrahman bin ‘Auf Radhiyallahu ‘anhu, dan masih ada satu sahabat lagi serta tambahan dalam matan (isi hadits) yang tidak saya sebutkan dalam kesempatan ini dikarenakan sanadnya yang sangat lemah, (karena itu) saya keluarkan atau tempatkan dalam kitab “Silsilah Adh-Dha’iifah” (kumpulan hadits-hadits yang lemah) (4090).

Sekalipun demikian, bersamaan dengan ini semua Ibnu Hazm berkata dalam risalah beliau tersebut: “Hadits ini tidak diketahui siapa yang meriwayatkannya”!? Dan pernyataan beliau ini beliau kuatkan pula dalam kitab beliau “Al-Muhalla”, dimana beliau berkata (9/57-58) di dalamnya  sebagai berikut:

“Kita tidak mengetahui jalan atau sumber hadits ini. Mereka hanya menyebutkan seperti ini saja (secara mutlak), dan ini berarti hadits ini tidak ada apa-apanya”.

Pernyataan beliau yang seperti ini termasuk diantara sederetan dalil dan bukti akan keshahihan atau kebenaran ucapan al-hafizh Ibnu Abdil Hadi mengenai Ibnu Hazm yang saya nukil dari beliau dalam kitab saya “Silsilah Ash-Shahiihah” sehubungan dengan pendha’ifan hadits Al-Bukhari oleh Ibnu Hazm yang telah disebutkan sebelumnya, dimana Ibnu Abdil Hadi berkata sebagai berikut:

“Beliau (Ibnu Hazm) seorang yang seringkali mengira dan menduga-duga dalam menshahihkan atau mendha’ifkan sebuah hadits begitu-pula dalam melihat para perawinya”.

Dan dari sini pula para pembaca yang memiliki akal sehat dan kritis bisa mengetahui kebodohan Syaikh Al-Ghazali akan kedudukan serta tingkatan-tingkatan para ulama dalam bidang spesialisasi mereka masing-masing dalam ilmu, atau mengetahui perihal beliau yang sebenarnya telah mengikuti hawa-nafsunya sendiri tatkala beliau berpedoman dalam mendha’ifkan semua hadits tentang keharaman al-ma’aazif (alat musik) kepada Ibnu Hazm, dan seperti inilah keadaan beliau di hadapan bidang ilmu ini! Tidak hanya sampai di sini, bahkan beliau ini merubah dikarenakan kebodohan yang sangat atau demi untuk mendukung hawa-nafsu beliau sendiri; beliau  merubah pernyataan Ibnu Hazm yang berbunyi: “Dan hadits ini tidak ada apa-apanya” menjadi: “Dan sanad hadits ini tidak ada apa-apanya” –dan kita tidak membahasnya lagi di sini karena sudah diuraikan sebelumnya pada bagian muqaddimah-, padahal Ibnu Taimiyah rahimahullaah pernah berkata dalam kitab beliau yang sangat berharga “Al-Istiqaamah” (1/292-293) sebagai berikut:  

“Hadits ini termasuk diantara yang paling tepat untuk dijadikan hujjah atas keharaman nyanyian sebagaimana yang diunjuk dalam hadits yang masyhur dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu: “suara ketika mendapat ni’mat: “al-lahwu” dan ”al-la’ib” serta seruling-seruling syaithan”. Jadi, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang suara yang diperdengarkan ketika mendapat anugerah sebagaimana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang suara yang diperdengarkan ketika ditimpa musibah, dan suara yang dimaksud ketika mendapat anugerah ni’mat di sini adalah suara nyanyian”.

Diterjemahkan dari Kitab : “ Tahrim Aalat Ath Tharb “ Karya asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah.

Satu Tanggapan to “Hadits-Hadits Tentang Keharaman Nyanyian dan Alat Musik ( 2 )”

  1. Neliti said

    coba saudara saudara cari di youtube search mengenai “Backward Subliminal”

Tinggalkan komentar